Standard of Work Control
Sebuah ledakan terjadi disebuah tanki penyimpanan Asam Sulfat akibat percikan dari panas yang dilakukan disekitarnya, panas tersebut telah memicu terjadinya nyala dari uap mudah terbakar didalam tanki. Ledakan telah mengakibatkan tanki rusak berat dan seluru Asam Sulfat yang terdapat didalam tanki tumpah keluar. Tanki lain yang berada disekitar tanki Asam Sulfat juga terkena dampak ledakan sehingga juga mengalami kerusakan dan isinya juga tumpah keluar. Tumpah asam mengalir ke sungai yang berada didekat area tanki dan mengkontaminasi air sungai tersebut.
Sebelum kejadian, kontraktor sedang melakukan perbaikan kisi-kisi catwalk yang tepat berada diatas tanki. Ijin kerja panas telah dikeluarkan meskipun diketahui ada lobang pada atap dekat tanki, didalam ijin kerja panas sudah disebutkan agar melakukan kontrol ketat terhadap spark dari pengelasan karena dikhawatirkan sparknya akan mengenain tanki yang berada dibawahnya. Namun si kontraktor mengambil inisiatip untuk mengganti pemotong oxy-acetylene dengan air carbon arc gouging yang tidak menimbulkan spark. Namun sistem ini menimbulkan panas yang luar biasa sehingga melelehkan besi yang dipotong dan lelehanya berjatuhan ke area-area sekitarnya. Akibatnya muncul percikan yang membakar gas / uap yang mudah terbakar yang keluar dari lobang tanki dan menimbulkan ledakan yang menewaskan satu orang dan melukai delapan lainnya.
Kejadian tersebut adalah akibat tidak adanya kontrol yang baik terhadap ijin kerja panas yang dilakukan, pemotongan dan pengelasan didekat tanki yang terdapat gas atau uap mudah terbakar harus dilakukan pengukuran adanya gas atau uap mudah terbakar dan pemantauan secara terus menerus selama pekerjaan berlangsung. Serta menggunakan selimut atau cover untuk mencegah adanya percikan panas atau spark ke area yang mudah terbakar. Dari hasil investigasi juga ditemukan tidak adanya tindakan yang diambil ketika ijin kerja panas ditolak pada dua kesempatan sebelumnya untuk pekerjaan perbaikkan. Adanya lobang pada atap sudah diketahui dan diberitahukan kepada kontraktor agar menjadi perhatian karena berbahaya dan dapat diantisipasi agar tidak terjadi kecelakaan. Perusahaan dikenakan sanksi karena telah gagal menyimpan Asam Sulfat yang mengakibatkan kematian dan kontaminasi terhadap lingkungan. Selain denda kompensasi yang dibayar kepada korban sebesar US$ 37,000,- ditambah denda terhadap kerusakaan lingkungan sebesar 10 juta USD.
Kejadian diatas adalah merupakan salah satu contoh kecelakaan yang diakibatkan oleh lemahnya kontrol terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau kontraktor. Dari studi-studi yang dilakukan pada berbagai perusahan oil & gas, ditemukan hanya 10% kecelakaan yang tidak ada korelasinya dengan sistem kontrol pekerjaan, sementara 90% kecelakaan lainnya berkaitan dengan sistem kontrol pekerjaan.
Sebuah perusahan minyak dunia terkemuka mengembangkan standar kontrol kerja (Control of Work Standar), standar ini memiliki 12 elemen yang harus diterapkan agar kecelakaan seperti diatas dapat dihindari, elemen-elemen tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:
- Prosedur tertulis harus dibuat untuk setiap sistem kontrol kerja.
- Penanggung jawab dan peran dalam setiap prosedur sistem kontrol kerja harus ditetapkan.
- Semua personal yang terlibat didalam sistem kontrol kerja harus di training dan memiliki kompetensi yang baik untuk menjalankan tugasnya.
- Perencanaan dan jadual pekerjaan harus berkaitan dengan tugas-tugas individu dan interaksi diantara mereka.
- Tugas atau pekerjaan tidak boleh dilakukan tanpa kajian risiko.
- Sebelum melakukan pekerjaan di area-area berbahaya seperti confined space, kerja panas dan lain-lain harus mendapatkan surat ijin kerja terlebih dahulu.
- Ruang lingkup, bahaya, kontrol dan mitigasi harus dikomunikasikan secara tertulis dan ditanda tangani oleh semua yang terlibat dalam pekerjaan tersebut.
- Semua pekerjaan yang memerlukan ijin kerja harus dimonitor dan dikontrol oleh personal yang bertanggung jawab secara berkala.
- Pekerjaan lapangan yang ditinggalkan harus dalam kondisi aman baik setelah selesai pekerjaan ataupun pada saat istirahat.
- Proses standar kontrol kerja harus masuk kedalam proses tinjaun berkala (audit).
- Pelajaran atau masukan dari internal dan eksternal yang mempengaruhi proses standar kontrol kerja harus diambil, dimasukkan dan di informasikan.
- Standar kontrol kerja harus jelas dan dipahami oleh semua pekerja sehingga mereka bisa menghentikan setiap pekerjaan yang tidak aman.
Standar kontrol pekerjaan ini diterapkan pada proses kerja konstruksi, perbaikan atau perawatan, pembongkaran, dan lain-lain. Standar ini tidak perlu diterapkan untuk proses kerja rutin produksi atau aktivitas normal sehari-hari. Dengan menerapkan standar ini diharapkan risiko pekerjaan dapat diturunkan sehingga bisa mencegah kecelakaan yang tidak diinginkan.
SEMOGA BERMANFAAT
HSP